Lockheed Martin F-35 Lightning II
Pendahuluan
Prototipe pesawat siluman YF-22 mulai terbang tahun 1991 dan USAF berencana membeli total 650 pesawat. Model produksi F-22 Raptor mulai terbang tahun 1997 dan produksi pertama kali diserahkan ke Nellis Air Force Base, Nevada, pada Januari 2003. Pada 6 April 2009, MenHan Amerika Gates mengusulkan penghentian produksi pada tahun 2011, dengan total produksi tinggal 187 pesawat, minus yang jatuh/ rusak, antara lain alasannya adalah untuk mempercepat produksi F-35. Estimasi biaya per unit pada tahun 2011 adalah 411 jt USD.
Prototipe pesawat siluman YF-22 mulai terbang tahun 1991 dan USAF berencana membeli total 650 pesawat. Model produksi F-22 Raptor mulai terbang tahun 1997 dan produksi pertama kali diserahkan ke Nellis Air Force Base, Nevada, pada Januari 2003. Pada 6 April 2009, MenHan Amerika Gates mengusulkan penghentian produksi pada tahun 2011, dengan total produksi tinggal 187 pesawat, minus yang jatuh/ rusak, antara lain alasannya adalah untuk mempercepat produksi F-35. Estimasi biaya per unit pada tahun 2011 adalah 411 jt USD.
Lockheed Martin F-35 Lightning II
adalah keluarga dari kursi tunggal, bermesin tunggal, pesawat tempur generasi
kelima multirole yang sedang dikembangkan untuk melakukan serangan darat,
pengintaian dan misi pertahanan udara dengan kemampuan siluman. F -35 memiliki
tiga model utama, yaitu F-35A adalah varian lepas landas dan mendarat
konvensional, F-35B adalah varian take-off pendek dan vertikal dan F-35C
sebagai varian berbasis kapal induk. Program F-35 Lightning II telah mengalami
sejumlah pembengkakan biaya dan keterlambatan perkembangan.
Semua pesawat di atas adalah yang
disebut pesawat tempur generasi ke-5, atau pesawat siluman/ stealth, atau
“VLO”, yang tidak bisa/ sangat sulit dideteksi oleh radar lawan, atau dengan
kata lain anti-radar. Dunia (termasuk kita) kagum dengan pesawat siluman/
stealth dan menobatkannya sebagai jagoan yang selalu tak terkalahkan
dibandingkan dengan pesawat tempur generasi sebelumnya gen 4 dan 4+ atau
pesawat non-siluman. F-22 Raptor praktis menjadi benchmark pesawat
tempur dunia.
Apakah memang demikian ?.
Tulisan ini, sebuah diskusi akademik yang disarikan dari berbagai sumber,
mencoba mencari tahu jawabannya.
Kelemahan utama pesawat siluman
Pesawat jet cepat (siluman atau bukan) harus dipahami sebagai “obyek udara berenergi”. Jumlah “pekerjaan” yang diperlukan untuk mendorong sebuah objek dari transonik hingga kecepatan supersonik akan menghasilkan panas. Gelombang kejut yang terjadi merupakan fungsi dari kompresi dan gesekan udara oleh pesawat dan oleh karena itu terjadi pemanasan (lihat Gambar 1).
Pesawat jet cepat (siluman atau bukan) harus dipahami sebagai “obyek udara berenergi”. Jumlah “pekerjaan” yang diperlukan untuk mendorong sebuah objek dari transonik hingga kecepatan supersonik akan menghasilkan panas. Gelombang kejut yang terjadi merupakan fungsi dari kompresi dan gesekan udara oleh pesawat dan oleh karena itu terjadi pemanasan (lihat Gambar 1).
Hubungan ini disebut
termodinamika. Setiap kali gas (udara) dikompres (diperas) – akan memanas.
Hal ini sering disebut sebagai ‘panas kompresi.’ Daerah khas pemanasan
termodinamika (bukan bagian dari pembakaran) adalah yang disebabkan oleh
gesekan-panas “kompresi” dari atmosfer (gas) dengan badan pesawat (airframe)
ketika kecepatan meningkat. Ditambah lagi sumber panas gas buang dari nozel
mesin sebagai akibat pembakaran di dalam mesin (lihat Gambar 2).
Fitur “stealthy” F-22 mungkin
memiliki kelemahan pertahanan terhadap deteksi dari sensor infra red airborne
atau IRST yang diterbangkan pada ketinggian besar. Jika Raptor diterbangkan
pada kecepatan tinggi dan ketinggian besar, terjadi pemanasan akibat gesekan
badan pesawat dan kanopi, di samping sumber panas gas buang dari nozel mesin
(Gambar 1, 2, 3,4 dan 6). Perlu dicatat bahwa pada 11.000 meter, temperatur
atmosfer di luar adalah -56,5° C artinya di bawah nol, sedangkan temperatur
karena gesekan udara adalah 54,4° C dengan kecepatan Mach 1,6 , dan 116,8
°C dengan kecepatan Mach 2; dengan kata lain, perbedaan temperatur antara
pesawat dan udara ambien adalah lebih dari 100° C. Fenomena ini berlaku untuk
semua pesawat tempur “VLO” pada kecepatan dan tinggi terbang tersebut.
Gambar 3 Sumber pemanasan gas buang
Gambar 4 Lingkungan pesawat terbang
Sensor IRST
Di atas disebutkan bahwa IRST (Infra Red Search & Tracking) yang dibawa pesawat terbang tinggi dapat mendeteksi fenomena pemanasan pesawat siluman (Stealth), dalam segala cuaca siang dan malam. Hujan dan awan memang berpengaruh, tetapi biasanya awan hanya terbentuk pada ketinggian 4000 m ke bawah. Dalam hal ini pesawat siluman tidak dapat menghindar (counter measure) karena ini adalah hukum alam/ fisika.
Di atas disebutkan bahwa IRST (Infra Red Search & Tracking) yang dibawa pesawat terbang tinggi dapat mendeteksi fenomena pemanasan pesawat siluman (Stealth), dalam segala cuaca siang dan malam. Hujan dan awan memang berpengaruh, tetapi biasanya awan hanya terbentuk pada ketinggian 4000 m ke bawah. Dalam hal ini pesawat siluman tidak dapat menghindar (counter measure) karena ini adalah hukum alam/ fisika.
RCS – Radar Cross Section sasaran
(Gambar 5) ditentukan oleh: 1) daya yang ditransmisikan ke arah sasaran; 2)
jumlah daya yang mengenai sasaran dan dipantulkan kembali ke arah radar; 3)
jumlah daya terpantul yang dicegat oleh antena radar; 4) lamanya waktu di mana
radar ini menunjuk pada sasaran (TOT – time on target).
Masalah di sini adalah IRST (sensor
IR) dapat “diperintahkan” radar, untuk mengikuti apa pun pelacakan radar, atau
sebaliknya radar “diperintahkan” IRST untuk melacak apa pun yang
“dilihat” oleh sensor IR. Jadi pada dasarnya: “TOT – time on target “.
(Perhatikan angka “1” dan “4” dari Gambar 5 ).
Ini konsisten dengan informasi
publik yang ada yang menyatakan bahwa Stealth lebih suka menghadapi “scanning”
radar dari pada “tracking” radar.
Ingat Stealth secara efektif adalah
sebuah ‘radio spektrum airfoil’ dan niatnya adalah untuk secara pasif
mengurangi kekuatan lawan “2” dan “3” . Stealth tidak memiliki kemampuan untuk
mengendalikan “1” dan “4”. Stealth dapat menghasilkan beberapa jenis radio /
radar transmisi jamming – penipuan, tapi ini kemudian berpotensi mengungkapkan
posisinya . Bukan masalah mudah untuk menyelesaikan problem pesawat tempur
Stealth – yang memerlukan transmisi energi radio sendiri / kawan untuk
menggunakan senjata utamanya di kisaran jarak. Masalah diperparah karena tanpa
radio – transmisi – dukungan penargetan sendiri / kawan, awak pesawat Stealth
bisa dipaksa untuk terbang ke pertempuran udara modern, lingkungan yang
bermusuhan, dalam cakupan deteksi IRST sebelum Stealth dapat menembakkan
senjatanya.
Sekarang lawan sudah lama dilengkapi
dengan IRST seperti pesawat tempur Sukhoi Advanced Flanker Series (OLS),
Eurofighter Typhoon (PIRATE), dan Rafale (FSO). Lihat
Gambar 6, 7 dan 8. Gambar 6 menunjukan IRST pada Su-35 Flanker (kiri)
and T-50/PAK FA (kanan). Salah satu saja dapat menyebabkan masalah
besar bagi F – 22. Perhatikan distorsi – kilauan panas besar di latar belakang
– panas yang dihasilkan oleh semua pesawat yang bertenaga – siluman atau
sebaliknya , terlepas dari asal Negara.
Perlu diingat bahwa pesawat tempur
seperti Flanker bisa menggunakan rudal menengah R-77 ‘Adder’ versi IR, terlepas
dari apa yang terjadi (atau tidak terjadi) dalam spektrum radio (dengan kurang
memperhatikan RCS). Juga Flanker tidak menggunakan radar untuk melacak sasaran
pertempuran udara bermanuver agresif untuk solusi penembakan. Hanya IRST dengan
laser rangefinder yang diperlukan. Jadi adalah wajar untuk
mengatakan Flanker dengan IRST memiliki kemampuan udara-ke-udara yang kuat.
Integrasi IRST ke dalam sistem
senjata dapat menghasilkan sebuah pesawat yang sangat tahan terhadap manuver “Beaming”
/ “Beam -turn” / “Doppler-turn ” manuver yang digunakan oleh lawan untuk
memecahkan penguncian radar – karena sasaran sekarang menyajikan peningkatan
aspek panas ke sensor.
Catatan sejarah Perang Dingin
membuktikan hal ini. Pesawat pencegat Soviet Mig -25 PD / PDS Foxbat dan
khususnya MiG – 31 Foxhound secara rutin melacak sorti pesawat pengintai
Amerika SR-71 Blackbird di perbatasan Pakta Warsawa hanya menggunakan saluran
inframerah (IRST) MiG. Mereka hanya mengunci ke tanda tangan termal SR-71 yang
sangat besar terbang pada kecepatan dan pada ketinggian – dilaporkan dari
kisaran jarak lebih dari 100 km (62 mil). Foxbat dan Foxhound kemudian bisa
mengunci Blackbird dengan radar utama mereka (info diperoleh dari IRST) ketika
perintah diberikan untuk menyerang. Foxbat akan memakai 4 (empat) rudal R 40
(dua radar dan dua IR homing) dan MiG-31 Foxhound dengan R–33.
SR-71 hampir pasti, akan tidak mampu mengatasinya bila ditargetkan dengan cara
ini, yang selama ini tidak diketahui oleh publik.
Gambar 9 IRST pada MiG-31 (disebut
peralatan multi-fungsi optical ‘OMB’) ditarik ke dalam hidung jika tidak
digunakan.
Apakah supersonik Raptor bisa
mendekat dan manuver ke posisi tembak yang tak terlihat oleh sistem IRST masa
depan yang modern telah menjadi sumber perdebatan dan kerahasiaan untuk
beberapa waktu. Sistem-sistem IRST baru sangat sensitif yang bahkan pelepasan
senjata rudal lawan dapat dideteksi dari semburan roketnya dan bahkan pemanasan
kerucut hidungnya. Cukuplah untuk mengatakan bahwa perbaikan dan siklus–desain
sensor IR tentu akan melebihi badan/ airframe pesawat siluman.
IRST pada Flanker (Gambar 6)
ini jelas terlihat tepat di depan kanopi. Lihat ukuran fisiknya. Sensor
ini sepenuhnya terintegrasi ke dalam sistem senjata dan dapat memberikan
isyarat target termal untuk radar, pilot atau keduanya. Menggunakan HMS (Helmet
Mounted Sight) – penampakan : sensor, radar dan kepala pencari rudal – terlihat
di mana pun pilot melihat.
IRST mungkin juga menggunakan data ‘APM
– Atmospheric Propagation Model ‘ yang disimpan sendiri untuk secara
efektif “membuat tebakan” kisaran relatif jarak, aspek dan kecepatan sasaran
tanpa radar atau laser pengintai. Pada dasarnya kinerja sendiri sensornya
dikonstruksi untuk membangun sebuah model sensitivitas terhadap benda yang
dikenal pada jarak dan kecepatan dikenal. Kemudian selama masa perang ketika
IRST melihat sesuatu – akan dibandingkan dengan data APM yang dimiliki –
dan sistem senjata kemudian mengekstrapolasikan kisaran jarak dan baringan
sasaran.
Jadi pada dasarnya varian lanjutan
Flanker (dengan rudal kelas IR seeker R-77) dapat mempengaruhi pertempuran
melawan radio spectrum airfoil supersonik (F-22) dengan menggunakan –
semua sensor yang tersedia – dalam lima (5) cara :
- 1) Positif – Benar (Doppler): IRST menggunakan inframerah Doppler -shift w / APM untuk menentukan kisaran jarak sasaran.
- 2) Positif – Benar (Laser): IRST menggunakan inframerah dan memverifikasi jarak ke sasaran dengan laser range -finder .
- 3) Positif – Benar (Radar): IRST menggunakan inframerah dan memverifikasi jarak ke sasaran dengan radar.
- 4) Positif – Benar (Siklus): IRST menggunakan inframerah dan memverifikasi jarak ke sasaran dengan ulangi melalui langkah 1-2-3.
Dan akhirnya …
- 5) Secara konsepsual seseorang/ pilot dapat bertindak pada – ‘ Positif – Salah ‘ – bahkan jika siluman adalah 100 % efektif dalam spektrum radio :
- a) IRST memindai sesuatu.
- b) Arahkan radar Anda ke situ.
- c) Tidak ada pantulan radar kembali (atau hal aneh)? = Siluman.
- d) Kami/ Kawan tidak memiliki siluman .
- e) Pilih rudal R-77 IR – ‘ Tembak ! ‘
Rusia telah mengidentifikasi dua
bidang utama untuk mengeksploitasi Raptor supersonik .Yaitu berputar di
sekitar, dan berulang kembali ke dalam dua masalah ini :
• Senjata utama F-22 .
• Tanda tangan/ signature Termal
F-22.
Logikanya jelas. Jika Raptor mencoba
untuk memperbaiki situasi kinematiknya dengan menggunakan ketinggian tinggi dan
kecepatan tinggi – dia akan meningkatkan paparan termal nya. Setiap usaha untuk
mengurangi masalah propagasi termal – oleh kecepatan atau ketinggian rendah –
berdampak langsung pada daya ( mengurangi jarak ) senjata utama dari Raptor.
Tidak ada jalan keluar …
Kelemahan lain pesawat siluman
Selain kelemahan utama seperti uraian di atas, Raptor juga mempunyai kelemahan lain :
Selain kelemahan utama seperti uraian di atas, Raptor juga mempunyai kelemahan lain :
1. Harga kelewat mahal.
Konsekwensinya tidak dibeli dalam
kuantitas yang memadai (rencana semula 650 pesawat menjadi hanya 187 pesawat).
2. Biaya pemeliharaan yang mahal.
Ada tantangan untuk mempertahankan
fitur siluman secara logistik setelah dicapai secara operasional. Bertambahnya
usia pesawat siluman, meningkatan pemeliharaan LO yang diperlukan untuk
mencegah degradasi fitur desain siluman yang unik. Pesawat sebelumnya
F-117 dan B-2 telah menderita “tingkat kapabilitas misi” rendah – yaitu,
jumlah waktu bahwa pesawat tersebut dinilai tidak siap tempur – karena
berlebihnya waktu untuk mengganti dan memperbaiki struktur dan permukaan
terkait LO. Bayangkan apabila kondisi medan tempurnya seperti di Vietnam atau
Indonesia, dengan hujan yang deras dan kelembaban sangat tinggi? Permasalahan
tersebut telah diperburuk oleh kekurangan angkatan kerja terampil yang
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dan tuntutan pelatihan untuk menerbangkan
jumlah pesawat yang terbatas, sehingga menunda perawatan yang dibutuhkan.
Tampaknya pasti bahwa F-22 yang
supersonik, aerobatik dan F–35, termasuk yang berpangkalan di kapal induk akan
menghadapi tantangan lingkungan dan logistik untuk mempertahankan fitur siluman
mereka ketika dikerahkan ke garis depan.
Penutup
Pesawat siluman mempunyai kelebihan yang kuat, tetapi juga mempunyai kelemahan yang mendasar. Sampai sekarang, selain Amerika Serikat, baru Federasi Rusia dan China, yang mulai ikut mengembangkan pesawat siluman, antara lain karena kemampuan finansialnya selain teknologinya.
Pesawat siluman mempunyai kelebihan yang kuat, tetapi juga mempunyai kelemahan yang mendasar. Sampai sekarang, selain Amerika Serikat, baru Federasi Rusia dan China, yang mulai ikut mengembangkan pesawat siluman, antara lain karena kemampuan finansialnya selain teknologinya.
IRST adalah teknologi yang jauh
lebih murah dan andal dibandingkan dengan VLO. Mungkin itulah sebabnya Negara
maju Eropa serta Rusia lebih memilihnya dari pada VLO. Saat ini tingkat
kemajuan IRST sudah hampir sama dengan kemampuan jarak sensor radar F-22. Tidak
lama lagi hampir pasti akan melewatinya. Ingat bahwa sampai saat ini F-22 belum
memiliki IRST, sedangkan F-35 memiliki Electro-Optical Targeting System (EOTS)
dan Distributed Aperture System (DAS) yang optimal untuk sasaran di darat
sesuai dengan misi utamanya yaitu ground attack bukan air dominance
fighter.
Bagaimana dengan Indonesia? Kalau
untuk memiliki pesawat tempur siluman semacam F-22 atau PAK FA, rasanya masih
masuk kategori mimpi. Tapi untuk menghadapi siluman semacam F-35 cukuplah kita
punya pesawat generasi 4++ semacam SU-35 atau Rafale.
0 komentar:
Posting Komentar